Rabu, 31 Oktober 2012

21 Years of Rants

Idul Adha bertepatan dengan Ulang Tahun ke-21. There was no party, no gifts, nothing. Except all birthday wishes on my Facebook wall. Selain itu dunia berjalan seperti biasanya.

Dahulu beberapa orang temanku berkata bahwa aku adalah orang yang selalu tahu apa kemauanku, tujuanku, kemana harus melangkah. Pencapaian dan keberhasilan waktu itu semakin menegaskan citra kepastian impian dan keinginan hidupku. Tentu saja, mereka salah. Aku kini berhenti di persimpangan. Sisi lain dari jalanan. Aku mengintip ke balik sisi itu, aku sadar diriku yang lain masih menunggu.

Itu adalah diriku yang selalu kuinginkan jika melihat bayanganku dalam cermin. Tapi dia tidak pernah muncul. Seorang gadis yang menginjak usia wanita dewasa, penuh perencanaan, bersemangat menghadapi ketidakpastian, dan tentu saja lebih bijaksana. Seseorang yang menjadi dirinya sendiri.
Tapi dia tidak pernah muncul disana. Dalam pantulanku di cermin manapun. Bahkan terkadang suara tawaku sendiri terdengar asing. Seakan aku membiarkan seorang asing mengambil alih hidupku dari pukul 7 pagi hingga sebelum tidur. Lalu dalam mimpi, aku menjadi diriku lagi.

Penyesalan terbesarku adalah; ketakutanku untuk menyuarakan diriku sendiri. Perasaanku yang sebenarnya. Tapi justru tak seorangpun mengenalku dengan baik. Mungkin memang tidak ada orang yang bisa mengenalku dengan baik. Maksudku, mengenal berarti menerima perasaanku dan keseluruhan kelemahan dan kelebihanku. Tapi tak ada satupun (mungkin hanya Rachel seorang) yang mengenalku.

Lalu bagaimana mereka bisa menyayangiku kalau aku tidak pernah dikenali? Diriku yang asli. Diriku yang berdiri di sisi lain dari jalan. Bukan seorang yang muncul dari pukul 7-sebelum tidur. Semua itu bukan untukku. Untuk diriku yang palsu. Cinta yang palsu. Sebenarnya hdupku penuh kepalsuan. Heh.

Betapa munafik, palsu topeng itu.

Belajar dengan rajin?
Mengenal agamaku dengan baik?
Mengenakan baju seperti ini setiap hari?
Merasa orang-orang perhatian padaku?
Keluarga bahagia dan hangat?
Teman-teman baik?

Fake, fake, fake.

Jika aku boleh berharap, aku ingin di usiaku yang baru ini... aku dilenyapkan. Lalu memulai semua dari awal, di tempat baru yang lebih baik, orang-orang yang lebih tulus, diriku yang lebih berani...

Aku menyesal. Benar-benar menyesal. Aku membenci diriku lebih dari segalanya, itulah bagian terburuknya.